Selasa, 21 Agustus 2012

IBNU SINA

Lahir di dekat Bukhara, Uzbekistan, Ibnu Sina—orang Barat mengenalnya sebagai Avicenna—dikenal jenius sejak kecil. Di usia 16 tahun ia telah menjadi dokter dan sang ibu menjadi pasien pertamanya. Namanya kian menjulang ketika ia sukses menyembuhkan penguasa Dinasti Samaniyah dari infeksi pencernaan yang mengancam penguasa itu.

Ibnu Sina menampik tawaran jabatan tinggi di kerajaan dan ia lebih memilih agar diberi akses ke perpustakaan kerajaan yang luar biasa koleksinya. Pengetahuan dan ketrampilan teknis kedokterannya kian meningkat, tapi justru inilah yang juga menjadikannya rebutan di antara para penguasa masa itu. Para penguasa memerlukan dokter yang andal agar tetap hidup sehat dan bertahan di atas singgasananya.

Kekacauan politik dan perseteruan antar penguasa menyebabkan Ibnu Sina harus berpindah-pindah tempat tinggal. Penguasa silih berganti mengikatnya sebagai dokter pribadi yang bagi Ibnu Sina tak ubahnya hidup di sangkar emas. Sebagai orang yang tidak ingin terlibat dalam politik dan kekuasaan, Ibnu Sina berkali-kali melepaskan diri dari ikatan dengan penguasa dan menjadi pelarian.

Selama bermusim-musim Ibnu Sina hidup dalam kejaran Mahmud Ghaznawi, penguasa Turki yang menjanjikan hadiah 5.000 keping emas bagi yang berhasil menangkap ilmuwan ini. Harga Ibnu Sina memang sangat tinggi bukan hanya karena kepiawaiannya dalam menyembuhkan penderita penyakit-penyakit berat, tetapi juga karena di mata Mahmud ilmuwan ini terlampau terus terang dalam menentang pandangannya.

Bagi Ibnu Sina, ilmu pengetahuan dan pengabdian kepada masyarakat sebagai guru maupun sebagai dokter jauh lebih berharga ketimbang menjadi orang dekat penguasa. Penjara, karena itu, menjadi bagian tak terelakkan dari kehidupan Ibnu Sina karena keteguhannya untuk mengatakan tidak kepada muslihat. Ia berusaha keras menghadapi siasat jahat, intrik dan tipu daya, dendam, maupun kedengkian orang-orang yang mabuk kuasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar